A. Pengertian Gereja
Gereja (bahasa Inggris: Church; bahasa Portugis: Igreja) adalah suatu kata bahasa Indonesia yang berarti suatu perkumpulan atau lembaga dari penganut iman Kristiani. Istilah Yunani ἐκκλησία, yang muncul dalam Perjanjian Baru di Alkitab Kristen biasanya diterjemahkan sebagai "jemaat/umat". Istilah ini muncul dalam 2 ayat dari Injil Matius, 24 ayat dari Kisah Para Rasul, 58 ayat dari surat Rasul Paulus, 2 ayat dari Surat kepada Orang Ibrani, 1 ayat dari Surat Yakobus, 3 ayat dari Surat Yohanes yang Ketiga, dan 19 ayat dari Kitab Wahyu.
B.
Pengertian
Persekutuan
Kata persekutuan dalam tulisan surat-surat Paulus digunakan untuk menerjemahkan kata Yunani “koinônia”. Kata koinônia dari kata koinos yang artinya bersama, umum. Koinoô: menjadikan bersama. Dengan demikian arti kata koinônia adalah memiliki sesuatu bersama, berbagi sesuatu dengan orang lain, ikut serta dalam sesuatu. Koinônia adalah istilah yang dipakai dalam Perjanjian Baru yang berarti berbagi dalam penderitaan Kristus (Fil 3:10), membantu orang yang membutuhkan (Rm 15:26), keikutsertaan dalam Ekaristi (1 Kor 10:16), persekutuan dengan dan yang dihasilkan oleh Roh Kudus (2 Kor 13:13), dan juga untuk menyebut orang-orang beriman yang ikut serta dalam kehidupan Allah (2 Ptr 1:3-4). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, persekutuan merupakan kata benda yang menerangkan tentang hal bersekutu; persatuan; perhimpunan; ikatan (orang-orang yang sama kepentingannya). Dengan demikian, persekutuan merupakan perhimpunan atau persatuan orang-orang beriman yang mengimani Kristus yang satu dan sama dan berlandaskan rasa berbagi, bersolider dan berbelarasa. Dan juga persekutuan dapat diartikan sebagai sebuah situasi akrab dan bersahabat dalam sebuah ikatan tertentu.
C.
Gereja
Secara Alkitabiah
Dalam Perjanjian Lama memakai dua istilah untuk menunjuk Gereja, yaitu qahal (atau kahal), yang diturunkan dari akar kata yang sudah tidak dipakai lagi yaitu qal (atau khal), yang artinya “memanggil”; dan edhah yang berasal dari kata ya’adh yang artinya “memilih” atau “menunjuk” atau “bertemu bersama-sama disatu tempat yang telah ditunjuk”. Dalam Perjanjian Baru makna Gereja juga memiliki dua kata yang diambil dari septuaginta, yaitu ekklesia yang berasal dari kata –ek dan kaleo, artinya “memanggil keluar”, dan kata sunagoge, dari kata sun dan ago yang berarti “datang atau berkumpul bersama”. Gereja sebagai wadah untuk kemudian mengumpulkan bahkan mempersatukan ragamnya pola pikir, ras dan budaya yang kemudian menjadi sangat penting untuk dikembangkan dan dipertahankan di tengah-tengah masyarakat. Dalam Kitab Perjanjian Baru menggambarkan Gereja dengan bermacam-macam gambaran, yaitu; sebagai umat Allah (why. 21:3), sebagai bait Allah (1 Kor. 3:16), sebagai bait Roh Kudus (1 Kor. 6:19), sebagai bangunan Allah (1 Kor. 3:9), sebagai kawanan domba Allah (1 Ptr. 5:2). Semua ungkapan ini menyatakan satu kesatuan dari Gereja, tetapi dilihat dari bermacam-macam segi.
D.
Gereja
dan Era Digital
Di
era digital, kemajuan teknologi semakin canggih. Oleh karena itu gereja tidak
bisa menutup diri dengan perkembangan jaman, dimana gereja harus dengan bijak
mengambil peran atas kemajuan teknologi sebagai penatalayanan yang cakap demi
terlaksananya pemberitaan Amanat Agung. Dalam kerangka pemahaman Digital Ecclesiologi. Stedzer mengatakan
technologicalification of the church
atau teknologifikasi gereja adalah sebuah tantangan sekaligus peluang yang sangat
besar, di mana setiap individu atau jemaat dan para pelayan firman perlu
memanfaatkan teknologi untuk memungkinkan pelaksanaan misi gereja. Stedzer
menawarkan tiga hal terkait bagaimana gereja dapat memanfaatkan teknologi
digital ini dalam memenuhi panggilan misinya, antara lain :
a.
Technology Enables Communication.
Melalui sosial media, maka seharunya dapat dengan mudah dibangun sebuah
komunikasi secara langsung dengan jemaat sepanjang hari bahkan minggu. Di sini
teknologi memungkinkan jemaat dengan mudah memiliki komunikasi langsung dalam
skala yang lebih luas dan lebih jelas.
b.
Technology Enables Community.
Teknologi memungkinkan ikatan komunitas eklesiologis yang lebih besar yang
tidak menuntun kedekatan secara fisik. Dalam dunia nyata seseorang dapat saja
duduk berdampingan satu sama lain di dalam gereja pada hari minggu namun tidak
bertegur sapa satu sama lain. Namun melalui teknologi, jemaat di gereja dapat
berdoa satu sama lain akibat melihat postingan atau berita di media sosial.
c. Technology Enables Discipleship. Gereja digital dapat saja menjadi sebuah metode baru dalam pemuridan.
E.
Esensi
Gereja Sebagai Persekutuan
Gereja merupakan persekutuan orang kudus, yaitu suatu persekutuan orang yang percaya dan disucikan di dalam Kristus, dan yang disatukan dengan Dia sebagai kepala dalam persekutuan. Persekutuan orang beriman yang dipanggil dan dikumpulkan ke luar dari dunia ini, suatu persekutuan orang-orang kudus, yaitu mereka yang sunguh-sunguh tahu dan beribadah dengan benar dan melayani Allah yang benar. Didalam Perjanjian Baru persekutuan denganKristus menuntut banyak hal, tetapi bukan sebagai hukum yang baru (taurat baru) melainkan sebagai latar belakang atau dasar. Di 1 Yoh. 3:11 kita membaca, bahwa kita harus saling mengasihi, dan menurut 1 Yoh. 4:11 hal itu disebabkan karena Allah telah mengasihi kita (bnd . 1 Yoh. 4:19; 2 Yoh. 5). Jadi keadaan yang baru Gereja ini menyusun persekutuan yang didalam Kristus itu, dan juga mengungkapkannya. Persekutuan itu adalah suatu persekutuan kasih, dimana semua anggota saling membantu didalam penderitaan (1 Kor. 12:26), bersama-sama mengerti akan kasih Kristus (Ef. 3:17), saling dihubungkan dalam persekutuan Roh (Flp. 2:1), bersama-sama mengasihi orang yang miskin (Yak. 2:5) saling menolong, dimana yang kuat menanggung yang lemah (Rm. 15:1, 1 Kor. 8:17). Gereja sebagai persekutuan yang kudus yaitu persekutuan yang saling menunjukkan kesabaran serta pengampunan terhadap kelemahan masing-masingnya, sesuai dengan kehendak Kristus (Galatia 6: 2). Persekutuan itu menjadi tanda, bahwa jemaat sadar akan artinya “keimaman am” yang berlaku bagi semua orang yang beriman bersama-sama : sebagai“imam-imam” haruslah kita saling menasehati, menghiburkan, memberi pertolongan, serta saling mendoakan. Adanya persekutuan orang-orang kudus, membuat kita dengan rendah hati dapat menerima kelemahan kita sendiri dan sesama kita.
F.
Kajian
Dogmatis Terhadap Gereja Digital
Dalam perkembangan gereja yang bergerak mulai dari gereja yang dibangun oleh Roh Kudus pada hari Pentakosta sampai di zaman sekarang, bahwa Gereja adalah persekutuan semua orang percaya dimana Injil itu diajarkan dengan murni dan sakramen diselenggarakan sesuai dengan Injil. Dalam tugas panggilan gereja adalah kelanjutan dari misi Yesus Kristus, yang telah diutus oleh Allah untuk menyelamatkan dunia ini dan memperdamaikan segala sesuatu dengan Allah. Oleh karena itu tugas panggilan gereja tidak pernah berubah disemua tempat dan segala zaman. Sebab gereja hidup oleh Kristus dan bagi Kristus. Dan Kristus tidak pernah berubah, karena Ia adalah sama, kemarin, hari ini, besok dan selama-lamanya. Dalam perkembangan zaman yang semakin modern tentu Gereja tidak bisa menutup diri terhadap perkembangan itu, termasuk era digitalisasi. Dalam era digitalisasi ini Roh Kudus juga telah memberi kuasa kepada gereja dan mengutusnya kedalam dunia untuk menjadi saksi, memberitakan Injil Kerajaan Allah, kepada segala makhluk disemua tempat dan disepanjang zaman (Kis. 1:8; Mrk. 16:15; Mat. 28 :19-20). Dengan demikian gereja tidak hidup untuk dirinya sendiri. Sama seperti Kristus telah meninggalkan kemuliaan-Nya di sorga, mengosongkan diri dan menjadi manusia (Yoh. 1:14; Flp. 2:6-8). Demikianlah Gereja dipanggil untuk selalu menyangkal diri dan mengorbankan kepentingannya sendiri dalam mengikuti perkembangan zaman. Agar semua orang yang menderita karena pelbagai penyakit dan kelemahan yang merindukan kelepasan, dapat mengalami pembebasan dan penyelamatan Allah dalam Yesus Kristus (Mat. 9:35-38; Luk. 4:18-19).
Analisa dan Kesimpulan
Analisa saya sebagai penulis terhadap gereja digital adalah dimana dalam perkembangan zaman yang semakin modern, sangat mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia terkhususnya dalam hal kerohanian. Oleh karena itu gereja tidak bisa menutup diri terhadap perkembangan zaman, khususnya dalam digitalisasi. Mengenai Gereja sebagai persekutuan atau koinonia saya mengambil teks Alkitab dalam Kitab, 1 Petrus 2:9, ayat ini merupakan gambaran gereja sebagai persekutuan beriman kepada Yesus Kristus yang dibawa keluar dari kegelapan menuju terang-Nya yang ajaib untuk memberitakan kebenaran Firman Allah. Dengan demikian, seseorang yang beriman kepada Yesus Kristus, ia dipanggil untuk masuk ke dalam sebuah persekutuan atau koinonia. Kata koinonia (bhs. Yunani: κοινωνία) sendiri sangat banyak maknanya. Bentuk dasar verbal dari kata benda koinonia berarti: memiliki sesuatu secara bersama-sama, berbagi, berpartisipasi, mengambil bagian di dalam, bertindak bersama-sama, atau berada dalam hubungan kontrak yang melibatkan kewajiban akuntabilitas yang timbal balik. Dari gambaran metaforis kata koinonia tersebut, koinonia adalah sebuah persekutuan di mana masing-masing pihak saling berelasi dengan pihak yang lain, saling melengkapi dan mencapai tujuan bersama.
sebenarnya Gereja Digital tidak menghilangkan esensi gereja sebagai persekutuan. Dengan Gereja Digital¸ umat juga bisa berpartisipasi dalam kegiatan Gereja, umat juga bertindak bersama-sama di dalam Kegiatan Gereja, seperti; ibadah live streaming, mendengarkan khotbah, berdoa, dan lain sebagainya. Hal yang terpenting adalah pusat dari persekutuan tersebut di dalam Yesus Kristus. Oleh karena Yesus adalah pusat gereja, persekutuan itu berkumpul di dalam nama Yesus, yang tertuang dalam Matius 18:20, “sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul di dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” Teks ini tidak menekankan tempat penyelenggaraan ibadah, melainkan teks ini menekankan kehadiran Kristus dalam persekutuan jika persekutuan tersebut didasari akan nama Yesus. Menurut analisa saya, Gereja Digital tidak menjadi masalah, karena umat tetap bersekutu di dalam nama Yesus. Sebagai sebuah persekutuan yang didirikan secara ilahi, Gereja adalah milik Allah dan tidak hadir untuk dirinya sendiri. Secara hakiki ia bersifat misional, dipanggil dan diutus untuk mempersaksikan di dalam kehidupannya sendiri persekutuan yang Allah kehendaki bagi seluruh umat manusia dan bagi seluruh ciptaan di dalam kerajaan Allah. Senada dengan hal tersebut, nyanyian Kidung Jemaat no. 257 juga mengatakan, “Gereja bukanlah gedungnya, dan bukan pula menaranya. Bukalah pintunya, lihat di dalamnya, Gereja adalah orangnya.” Dengan demikian, yang terpenting dari gereja adalah orangnya, bukan tempat penyelenggaraannya, sehingga Gereja Digital tidak menjadi masalah dan tidak kehilangan esensi akan persekutuan tersebut.
Kepustakaan
….LIMA
DOKUMEN KEESAAN GEREJA Persekutuan Gereja-Gereja Di Indonesia,
Jakarta : BPK-Gunung Mulia, 1996
Becker, Dieter, Pedoman Dogmatika, Jakarta ; BPK Gunung Mulia, 2019
Berkhof, Louis, Teologi Sistematika 5, Doktrin Gereja,
Surabaya : Momentum, 2017
Hadiwijono, Harun, Iman Kristen, Jakarta : BPK-Gunung
Mulia, 2016
Soedarmo,
Ikhtisar Dogmatika, Jakarta : BPK-Gunung Mulia, 2015
Van Niftrik,
G.C. & B.J. Boland, Dogmatika Masa
Kini, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2017
Yayasan Komunikasi Bina
Kasih, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini:
Jilid I, Jakarta: Tyndale House Publishers, INC., 2007
Sumber
Internet :
Ed Stedzer, dalam https//www.christianitytoday.com/edstezer/2014/october/3-ways-technologyenables-mission-of
church.html diakses pada tanggal 8 September 2020 pukul 18.00
https://id.wikipedia.org/wiki/Gereja,
diakses pada hari Sabtu, 3 Oktober 2020 pukul 17.30
Mungkin bisa membantu
BalasHapus